JejakBeDe.online - Jembatan Ratapan Ibu, Kisah Pilu Pahlawan Kemerdekaan di Payakumbuh - Sumatera Barat. Mumpung bentar lagi Hari Pahlawan Nasional, mau bahas satu kisah pilu yang menimpa para pahlawan kita saat perjuangan kemerdekaan dahulu.
Mungkin sekarang terdengar klise yah kalo ada yang berkata kemerdekaan kita adalah perjuangan penuh darah dan airmata dari para pahlawan-pahlawan kita. Namun jika kita menilik sejarah, misalnya bagaimana jembatan di Payakumbuh Sumbar ini dinamakan Jembatan Ratapan Ibu, maka betapa berbahagianya kita yang hidup di jaman sekarang ini.
Bulan Agustus lalu kami mendapat undangan dari Pemerintah Kota Payakumbuh dalam urusan tupoksi kantor kami. Kegiatannya berupa sampling pada siang dan malam hari.
Setelah sampling siang hari, sambil menunggu jadwal sampling malam hari kami manfaatkan berkeliling Kota Payakumbuh.
Payakumbuh sendiri merupakan salah satu kota tujuan wisata di Sumatera Barat, meski destinasi utamanya yaitu Wisata Lembah Harau sudah berada di wilayah Kabupaten Limapuluh Kota. Namun karena sarana penunjangnya seperti hotel-hotel berada di Payakumbuh maka wisatawan lebih mengenal Payakumbuh.
Baca yah:
Saat menyusuri sudut-sudut Kota Payakumbuh tersebut kami melewati Jembatan Ratapan Ibu ini. Dari namanya sudah terpikirkan pasti ada cerita dibalik nama ini, dan pastinya berkaitan dengan kisah heroik para pahlawan di sini.
Berdasarkan cerita teman kantor yang berasal dari Payakumbuh, sebenarnya Jembatan Ratapan Ibu menyimpan cerita ironi. Satu sisi merupakan bangunan bersejarah peninggalan Belanda di sisi lain menyimpan kisah pilu yang menimpa para pejuang kita dulu.
Jembatan Ratapan Ibu, Arsitektur Kokoh Peninggalan Belanda
Sebelum kita membahas tragedi memilukan tentang asal nama jembatan ini, kita lihat dulu bagaimana penjajah Belanda membangun Jembatan ini.
Jembatan Ratapan Ibu dibangun Belanda pada tahun 1840, menurut om Wiki. Artinya usianya sekarang sudah sekitar 179 tahun. Dan menurut referensi lain, meski usianya sudah hampir 200 tahun belum ada tanda-tanda kerusakan pada jembatan ini. Bahkan retak-retak kecilpun tidak ditemukan.
Bisa dibayangkan 179 tahun lalu belum ada alat berat seperti saat ini, namun kualitas Jembatan Ratapan Ibu tidak tergerus oleh waktu. Tidak retak atau roboh meski gempa besar beberapa kali terjadi di sini.
Bandingkan dengan jembatan-jembatan yang dibangun pada jaman kemerdekaan. Berapa banyak yang mengalami kerusakan meski usianya belum 100 tahun. Belum lagi yang roboh atau juga hanyut karena banjir dan lainnya.
Jembatan Ratapan Ibu ini konon dibangun Belanda untuk memudahkan mobilisasi pasukan dan perbekalan mereka saat menghadapi perlawanan sengit dari para pahlawan kemerdekaan kita saat perang Paderi berlangsung.
Meski kita tahu akhir kisah perang Paderi, kisah heroik para pahlawan tersebut menjadi puzzle pelengkap terwujudnya kemerdekaan bangsa kita dikemudian hari.
Jembatan Ratapan Ibu dan Kisah Pilu Pahlawan Kemerdekaan Kita
Dari namanya tentunya kita sudah bisa menebak-nebak asal nama Jembatan Ratapan Ibu ini. Memang sih, kisah pilu hampir terjadi di seluruh pelosok tanah air oleh karena kekejaman Belanda.
Demikian juga yang menimpa para pemuda ranah Minang yang berjuang mengusir penjajah saat itu.
Demikian juga yang menimpa para pemuda ranah Minang yang berjuang mengusir penjajah saat itu.
Dalam satu episode heroik perjuangan kemerdekaan di Sumatera Barat, Jembatan Ratapan Ibu menjadi tempat eksekusi pejuang-pejuang dari Payakumbuh. Para pemuda pejuang yang tertangkap oleh Belanda digiring ke jembatan ini.
Mereka semuanya berdiri dan dibariskan di sepanjang jembatan menghadap ke arah sungai. Kemudian mereka ditembaki oleh Belanda dan mayatnya langsung dihanyutkan ke Sungai Agam yang mengalir di bawah Jembatan Ratapan Ibu Payakumbuh ini.
Kejadian tersebut disaksikan langsung masyarakat sekitar dari arah bawah jembatan. Mereka tidak bisa berbuat banyak. Para kaum ibu hanya bisa menangis meratap melihat nasib tragis putra mereka dibunuh secara sadis oleh Belanda.
Untuk mengabadikan kisah heroik para pahlawan asal Payakumbuh ini, dinamakanlah jembatan ini sebagai Jembatan Ratapan Ibu. Dibangun pula sebuah tugu dengan sosok seseorang ibu yang sedang meratap dan menunjuk ke arah Jembatan.
Tugu Ratapan Ibu Payakumbuh |
Kini, Geopark Jembatan Ratapan Ibu
Saat ini Jembatan Ratapan Ibu menjadi salah satu tujuan wisata di Payakumbuh. Pemerintah setempat mengembangkannya menjadi kawasan Geopark.
Jika kita melintasi jembatan ini dari arah pusat kota Payakumbuh ke arah tenggara, maka sesudah jembatan di sebelah kiri akan nampak Tugu Ibu seperti pada gambar di atas. Kemudian ke arah bawah terdapat gerbang dan papan namanya seperti di bawah ini.
Tugu Ratapan Ibu di kawasan Geopark. |
Gerbang ke kawasan Geopark Jembatan Ratapan Ibu ini cukup unik dengan warna yang "eye catching". Di sisi kiri gerbang ini berupa taman bunga dengan akses jalan menuju bawah jembatan.
Gerbang Geopark Jembatan Ratapan Ibu |
Di bawah Jembatan Ratapan Ibu tersebut terdapat spot untuk berfoto yang berbentuk perahu. Cukup unik dan instagrammable deh. Lebih romantis lagi jika kita mengambil foto bersama pasangan 😉😉😉.
Spot foto pada Jembatan Ratapan Ibu |
Jika dari gerbang kita lurus ke arah bawah yang sejajar sungai, terdapat area terbuka yang sepertinya untuk parkir kendaraan. Sesudahnya terdapat beberapa saung kecil yang bisa kita manfaatkan untuk duduk dan bersantai menikmati suasana di Geopark Jembatan Ratapan Ibu ini.
Area parkir dan saung pada Geopark Jembatan Ratapan Ibu |
Pada sisi kiri area parkir terdapat tempat untuk menikmati pemandangan pada sisi sungai Agam. Dari sini kita bisa mengambil gambar utuh ke arah Jembatan Ratapan Ibu.
Spot foto di sisi sungai Jembatan Ratapan Ibu |
Begitulah suasana Geopark di Jembatan Ratapan Ibu Payakumbuh. Di sini kita bisa berwisata juga menyusuri sejarah pilu pahlawan kemerdekaan kita. Di sisi lain meski ironi kita juga dapat menyaksikan kegagahan arsitektur warisan penjajah Belanda.
wah kapan aku bisa ke apdang lagi , maunya mampir sini deh
BalasHapussmg terwujud yah Bu. Aamiiin
HapusTERNYATA ada kisah di balik nama tersebut Ratapan ibu, makasih sudah berbagi hal ini pak
BalasHapusSama2 bang Kadir. Trims udah mampir
HapusSisi lain peninggalan Belanda yang patut diacungi jempol adalah bangunan terutama yang berupa jembatan atau bendungan. Konstruksi nya kokoh tak mudah lekang oleh waktu, beda dengan jembatan jaman now, hehehe.
BalasHapusSetuju bu Guru, warisan positif penjajah emang ada teknik sipilnya. Mungkin dulu tidak memperhitungkan aspek ekonomis, yang penting kokoh dan kuat. Beda dgn sekarang yah
HapusSampe serius aku bacanya...😄😄
BalasHapusMeski jembatan ratapan ibu cuma peninggalan belanda tetapi di era sekarang mungkin banyak manfaat atau sejarah yang harus selalu dikenang untuk generasi penerus kita.😄
Dan jembatan ratapan ibu ini jadi saksi sejarah bagaimana para pahlawan kita berjuang mempertahankan NKRI ini.😄😄
Terakhir menurut saya...Tata ruang bangunannya juga masih terkesan baru serta menarik dipandang mata. Meski usianya hampir 200 Tahun..👍👍👍
Semoga generasi milenial masih mau membaca sejarah yah. Membaca gmn heroiknya para pejuang mengusir penjajah dari Nusantara.
HapusKalo Geoparknya emang baru bang, dibuat ut menarik wisatawan sekaligus belajar sejarah
perkataan Ratapan Ibu itu sahaja sudah menyentuh hati. apatah lagi menyusuri sejarahnya... harap ia dipelihara dengan baik untuk generasi masa depan...
BalasHapusSejauh ini pemerintah setempat sudah mengembangkan tempat itu sehingga menarik orang untuk berkunjung dan juga mendapat kisah tentang sejarah jembatan ratapan ibu ini
Hapusp/s 1st time saya dengar nama Payakumbuh menerusi lagu Ayam Den Lapeh ;-)
BalasHapusHehe.. lagu itu emang cukup populer Cik.. iramanya juga asik
HapusWah makin bagus yaaaa jembatannya.. yang awalnya biasa aja akhirbya sekarang makin kren.. salut
BalasHapusBetul mba, yang awalnya biasa saja jadi keren dan menarik minat pengunjung
HapusJembatan yang kokoh.
BalasHapusSepertinya masih terdengar "echo" ratapan ibu!
Wah jadi serem kalo gitu mba :)
HapusAku bahkan belum pernah ke sana wkwkwkw
BalasHapusGreget banget kisah historisnya yaa
P.S.
Bang, kalo main ke Padang kabarin yaaa
Kopi darat kitaaa ^^
DM aja ke IG aku ya @Aulhowler
Ini sama orang Jakarta lom pernah naik monas nih :)
HapusUdh aku follow yah
gw amazing banget si ngelihat bangunan-bangunan jaman dulu, meski udah lama tapi tetap kokoh :)
BalasHapusKelebihan warisan penjajah tuh.
Hapuskl ke payakumbuh bisa nih mampir ke jembatan ratapan ibu
BalasHapusEmg mb Ella lagi deket2 sini yah?
Hapuswah pengen lah ke sana, mau menikmati suasana hangat dan romantis bersama keluarga di sana
BalasHapusyo ayo mas.. ajak keluarga
Hapusp/s mas, boleh saya dapatkan nombor telefon?
BalasHapusSudah saya kontak yah Cik
HapusBangunan Belanda mah jangan ditanya kualitasnya. Rumah nenek saya di kampung dibangun jaman kumpeni. Sampe sekarang bangunannya masih utuh belum pernah renovasi. Mana gak usah pakai AC tapi tetep adem. Salut saya sama orang-orang jaman dulu.
BalasHapusDulu bikinnya gak pake hitungan ekonomis kali yah, pokokntya harus kuat
HapusWaaa, ternyata ada sejarah dibalik jembatan tersebut :'
BalasHapusDan pilu mas
Hapushampir 200 tahun tapi ga ada retakan aku jadi penasaran handal banget ini arsitektur Belandanya tapi tenryata jembatannya menyimpan cerita sedih yah duh gimana ga nangis melihat ditembaki gitu Bang :( sesak bacanya
BalasHapusNama jembatannya aja sedih gitu yaa.. Tpi usianya udh 179 th dan msh kokoh itu amazing bangeet yaa... Sekarang mh jpo aja bnyk yg ambruk ga terawat.
BalasHapusSesekali perlu juga datang ke tempat memperingati sesuatu sejarah negara. Tempatnya sangat menarik dan terjaga elok ya.
BalasHapusudah hampir 200 tahun tapi masih kokoh, malah terkesima kalau mas bilang ga ada retakan secuilpun memang kadang2 ga habis pikir, orang2 dulu itu biin bangunan pake apa ya sampe bsia awet seperti itu.
BalasHapuskalau dari nama jembatannya memang udah menggambarkan kesedihan, ternyata sangat suram, para ibu melihat anak pemudanya di eksekusi belanda di depan mata mereka sendiri
segala sesuatu yang berhubungan dengan perjuangan memang selalu menyisakan kisah pilu...dan tugas kita generasi kini, yang harus menjaga persatuan
BalasHapusSaya jadi terbayang gimana kehidupan di zaman penjajahan dulu. Dimana Nyawa manusia jadi mainan.
BalasHapusKayak nonton film pas baca bagian para ibu menyaksikan anaknya dibunuh dan dibuang di sungai😭
Beruntungnya kita bisa hidup di zaman sekarang
Jembatan itu bersejerah ya Bang dan jadi objek wisata dan banyak di kunjungi turis lokal..Sepulang dari Batam ke Bandar Lampung aku mendengar Jembatan di Batam malah roboh dan melukai para turis Luar negeri.
BalasHapusSemoga faktor keselamatan selalu jadi prioritas pengelola.
Hebat ya, hampir 200 tahun masih kokoh berdiri. Aku kok merinding ya dengar ceritanya. Gak kebayang perasaan mereka dan keluarga gimana :(
BalasHapusHiks sediihhh.
BalasHapusSaya kalau wisata di sekitar tugu pahlawan Surabaya, berkali-kali membaca kisah perjuangan para pejuang, berkali-kali juga menitikan air mata.
Sekaligus bersyukur, betapa beruntungnya kita yang hidup di zaman kemerdekaan ini.
Btw, saya mah amat sangat percaya bangunan lama, khususnya yang dibangun di zaman penjajahan dulu.
Karena dulu tuh kayaknya nggak ada sama sekali korupsi kali yak, sehingga bangunan yang dibangun itu benar-benar kokoh, sesuai perhitungan.
Zaman sekarang mah, semakin canggih ilmu konstruksi, semakin canggih juga ilmu penghematan plus peng korupsian sehingga mutu bangunan berkurang banyak :D
Menambah wawasan saya ini tentang tempat wajib kunjung karena menyimpan peristiwa Sejarah karena belakangan mulai suka membaca dan belajar sejarah.
BalasHapusWah tragis sekali ya kala itu. Sebagai generasi yang lahir di era kemerdekaan, tentu kita harus menjadi generasi yang selalu berpikir maju ke depan, untuk membuktikan bahwa Indonesia adalah negara besar yang memiliki level tinggi dari berbagai sumberdaya
BalasHapusSadis sekali, diberondong lalu mayatnya dibuang begitu saja. Bukannya malah mengotori kali ya dengan dibuang mayat di kali.
BalasHapusTapi Belanda pintar, pasti orang kita akan menguburkan dengan layak meski ada mayat terbuang begitu saja.
Benar-benar punya ratapan kisah kelam. Saksi sejarah dan saksi pilu ratapan para ibu.