-->

Masa Kecil di Gubuk Papan, Akhirnya Saya Bisa Meraih Gelar Doktor

Oktober 21, 2024

Ilustrasi rumah gubuk yang pernah saya tempati bersama orang tua saya sekitar 35 tahun yang lalu
Gambar gubuk dari: https://metropolitan.seruji.co.id


Jejakbede.online - Masa Kecil di Gubuk Papan, Akhirnya Saya Meraih Gelar Doktor

Tidak ada yang terlalu istimewa bagi saya dalam meraih gelar Doktor ini, karena baru berhasil saya raih di usia menjelang 50 tahun, saat anak pertama dan kedua kami sudah duduk di bangku kuliah. 

Mungkin pencapaian ini akan terasa lebih biasa saja di mata orang lain, tetapi bagi saya, perjalanan panjang ini sarat dengan kenangan yang begitu membekas.

Kembali ke masa kecil, saya teringat kenangan di sebuah gubuk sederhana, berdiri di atas tanah berlantai tanah dan beratapkan rumbia. 

Gubuk itu tidak jauh berbeda dari gambaran yang mungkin muncul di benak kita tentang rumah pedesaan tradisional. Ayah saya membangunnya sendiri, dan saya, sebagai anak laki-laki, ikut membantu semampu saya—entah itu hanya memegang kayu atau papan saat harus dipaku.

Setiap sore menjelang malam, kami sibuk mengisi lampu botol untuk penerangan. Waktu itu, listrik belum mencapai rumah kami. 

Saya sudah SMP, sementara adik-adik saya masih SD. Kurang lebih tiga tahun lamanya kami menjalani hidup dalam kondisi tersebut. Ketika saya akhirnya melanjutkan pendidikan ke SMA, rumah kami mulai berubah menjadi semi permanen, lebih layak untuk dihuni.

Ayah saya, meskipun seorang PNS, hanya lulusan SMA dan bekerja dengan posisi yang rendah. Namun, sempat juga ia menjadi lurah di kampung kami. 

Untuk mencukupi kebutuhan keluarga, ibu saya membuka warung kecil yang menjual kue basah dan makanan seperti nasi kuning, bubur manado, dan sup jagung. Sepulang sekolah, tugas saya adalah membeli bahan-bahan untuk ibu. 

Dengan sepeda BMX, saya bersepeda sejauh 3 km menuju pasar terdekat. Itu adalah rutinitas yang biasa saya jalani setiap hari.

Malam hari, karena tidak ada listrik, kami harus mengocok adonan kue secara manual. Ini juga menjadi bagian dari tanggung jawab saya, hampir setiap malam. 

Di suatu malam yang sunyi, saya masih ingat ibu saya berkata, "Papa dan mama tidak punya apa-apa yang bisa diwariskan. Kami hanya berharap kalian bisa sekolah setinggi-tingginya. Hanya itu yang bisa membanggakan papa dan mama."

Kata-kata itu menancap dalam di hati saya. Keinginan untuk melanjutkan kuliah menjadi tekad yang kuat, meskipun kondisi ekonomi keluarga terbatas. 

Saat tamat SMA, saya berhasil lolos UMPTN dan diterima di jurusan Teknik Sipil di sebuah kampus ternama di ibu kota provinsi. Pada saat yang sama, saya juga diterima di sekolah kedinasan, meski hanya untuk jenjang Diploma III. 

Saya pun memilih sekolah kedinasan, karena bebas biaya kuliah dan jaminan menjadi PNS setelah lulus adalah pertimbangan yang paling masuk akal saat itu.

Dalam hati saya berpikir, suatu saat nanti, ketika sudah bekerja, saya pasti akan melanjutkan kuliah. 

Alhamdulillah, saat melanjutkan ke jenjang S1, saya juga mendapatkan beasiswa. Pada saat itu, saya sudah menikah, dan istri serta anak pertama kami ikut pindah ke Depok untuk mendampingi saya kuliah. 

Di kota inilah akhirnya saya dan istri sama-sama berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana.
Katanya alumni sini di hatinya hanya  ada U dan I

Singkat cerita, beberapa tahun setelah menyelesaikan S1, saya kembali terpanggil untuk melanjutkan pendidikan. Dengan dukungan penuh dari istri, saya memberanikan diri untuk mengambil jenjang S2, meskipun situasi saat itu jauh dari kata mudah.

Dengan tanggung jawab sebagai suami dan ayah, dibutuhkan pengorbanan yang besar, baik dari segi waktu, energi, maupun finansial. Namun, keyakinan bahwa pendidikan adalah kunci untuk masa depan yang lebih baik membuat saya tak ragu untuk melangkah.

Tantangan semakin besar saat saya memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang S3. Usia saya saat itu mendekati 50 tahun, usia di mana banyak orang mungkin mulai berpikir untuk memperlambat ritme hidup.

Namun, bagi saya, tekad untuk terus belajar dan berkembang tetap kuat. Saya tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Tugas-tugas akademik yang menumpuk, tuntutan pekerjaan, serta tanggung jawab keluarga sering kali membuat saya merasa terjepit di antara banyak peran.

Namun, dukungan penuh dari istri saya menjadi fondasi yang menguatkan langkah saya. Anak-anak kami pun turut mendukung, meskipun mereka juga sedang sibuk dengan pendidikan mereka sendiri. 
Momen wisuda S3

Tak hanya itu, saya merasa sangat bersyukur atas doa dan dukungan dari orang tua, mertua, dan keluarga besar. Mereka selalu ada, memberi semangat dan dorongan moral di setiap kesempatan. Semua itu menjadi energi tambahan yang membuat saya percaya bahwa semua tantangan ini bisa dilalui.

Pada akhirnya, dari sebuah rumah gubuk kayu yang sederhana, saya berhasil menembus berbagai keterbatasan.

Gubuk kayu itu mungkin melambangkan kehidupan yang serba terbatas secara materi, tetapi tidak pernah berhasil memadamkan semangat saya untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya. Saya percaya, bahwa pendidikan adalah warisan paling berharga yang bisa saya berikan kepada generasi berikutnya.

Kini, ketika saya melihat ke belakang, saya sadar bahwa pencapaian ini bukan semata-mata hasil kerja keras saya sendiri. Ini adalah buah dari kebersamaan, dari dukungan tanpa henti dari istri, anak-anak, orang tua, mertua, dan keluarga besar.

Tak lupa juga pimpinan di tempat kerja yang telah memberikan izin dan kemudahan bagi saya

Mereka adalah bagian dari setiap langkah yang saya ambil, setiap keberhasilan yang saya raih. Tanpa mereka, mungkin perjalanan ini tidak akan pernah mencapai titik ini. 

2 Komentar untuk "Masa Kecil di Gubuk Papan, Akhirnya Saya Bisa Meraih Gelar Doktor"

  1. Usaha dan kerja keras gak pernah mengkhianati ya bang....walau banyak jalan berliku, sekarang bisa menikmati hasilnya.

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah
    faktor dukung mendukung , keluarga memberikan semangat
    cita-cita mudah digapai
    Kadang unik juga ya, orang tua yang mungkin dianggapnya sederhana tapi justru mampu memberikan pendidikan ke anaknya yang super tinggi.

    BalasHapus

Silahkan memberi komentar sesuai isi artikel yah. Mohon maaf spam dan link aktif akan dihapus. Terima kasih sobat...👍👍👍

:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100

This Is The Newest Post
Previous article Previous Post