"Ya sudah, kalau kamu sibuk, aku naik bis umum saja, mudah-mudahan nggak pingsan di jalan," jawab Maya, agak kesal.
Ali merasa selera makannya mendadak punah. Hanya ada rasa kesal dan jengkel yang memenuhi pikirannya.
Betapa tidak gemas, dalam keadaan lapar memuncak seperti ini makanan yang tersedia tak ada yang memuaskan lidahnya. Sayur sop itu rasanya manis seperti kolak pisang, sedangkan perkedelnya asin luar biasa.
"Maya, kapan kamu bisa masak dengan benar? Selalu saja, kalau tak keasinan... kemanisan, kalau tak keaseman... ya kepedesan!" gerutunya tak bisa ditahan lagi.
"Sabar dong Ali" jawab Maya dengan kalem.
"Iya... tapi aku kan manusia biasa. Aku tak tahan kalau makan terus-menerus seperti ini!" jawab Ali dengan nada tinggi.
Maya hanya menundukkan kepala, menahan tangis yang perlahan mulai mengalir. Ali tahu, jika sudah begini, Maya pasti akan menangis.
*****
Sepekan telah berlalu sejak Ali pergi keluar kota. Ketika akhirnya kembali ke rumah, harapannya untuk menemukan kedamaian di rumahnya terkubur begitu saja.
Ali terkejut melihat rumah kontrakannya berantakan seperti kapal pecah.
Pakaian bersih yang belum disetrika menggunung di sana sini, piring-piring kotor bertumpuk di dapur, dan cucian menumpuk dengan bau busuk karena sudah berhari-hari direndam detergen namun belum dicuci.
Ali hanya bisa diam sambil mengurut dadanya, tak habis pikir bagaimana rumah bisa berantakan seperti ini.
"Maya, bagaimana aku bisa tidak kesal kalau keadaan terus menerus begini?" katanya, menggelengkan kepala.
Ali baru akan melanjutkan kekesalannya, namun Maya sudah menangis dengan pilu."Ah... wanita memang gampang sekali menangis" pikir Ali, merasa sedikit kesal.
"Sudah diam, Maya. Tak boleh cengeng." Ali mencoba menenangkan Maya setelah melihat air matanya mengalir.
"Gimana nggak nangis! Baru juga pulang sudah ngomel-ngomel terus. Rumah ini berantakan karena memang aku tak bisa mengerjakan apa-apa. Jangankan bekerja, untuk jalan saja aku susah. Badanku rasanya lemas terus, muntah-muntah terus. Kamu nggak tahu bagaimana rasanya jadi wanita hamil muda..." Maya berkata dengan isak tangis yang sulit dibendung.
*****
Hari itu Maya meminta bantuan Ali untuk mengantarnya ke pertemuan pekanan. "Ali, siang nanti antar aku arisan, ya?" pintanya.
"Aduh, Maya... aku kan sibuk sekali hari ini. Berangkat sendiri saja ya?" jawab Ali.
"Ya sudah, kalau kamu sibuk, aku naik bis umum saja, mudah-mudahan nggak pingsan di jalan," jawab Maya, agak kesal.
"Lho, kok bilang gitu?" tanya Ali, merasa bingung.
"Iya, dalam kondisi muntah-muntah seperti ini, kepala aku gampang pusing kalau mencium bau bensin. Apalagi kalau harus berdesak-desakan di dalam bis. Tapi mudah-mudahan sih nggak kenapa-kenapa," jawab Maya dengan nada datar.
"Ya sudah, kalau begitu naik bajaj saja," kata Ali, berusaha memberi solusi.
*****
Pertemuan Ali hari itu ternyata diundur pekan depan. Kesempatan waktu luang digunakan Ali pergi menjemput Maya dari tempat arisannya.
Di depan pintu rumah tempat Maya arisan, Ali melihat sepatu-sepatu berjejer di sana, pertanda acara belum selesai.
Ali memerhatikan sepatu-sepatu tersebut satu per satu, merasa semuanya tampak mahal dan indah. Pikirnya, "Wanita memang suka yang indah, sampai bentuk sepatu pun lucu-lucu."
Namun, tiba-tiba matanya tertumbuk pada sebuah sandal jepit yang tergeletak di antara sepatu-sepatu itu.
Hatinya luruh seketika. "Oh... bukankah ini sandal jepit Maya?" pikirnya, lalu segera mengangkat sandal jepit kumal itu. Tanpa sadar, air mata Ali jatuh.
Perih rasanya hati ini, kenapa baru sekarang ia sadar bahwa selama ini ia tak pernah memperhatikan Maya.
Maya, sang istri tercinta, bahkan harus bersandal jepit yang kumal ketika keluar, sementara teman-temannya mengenakan sepatu yang bagus dan mahal.
"Maafkan aku, Maya," bisik hati Ali dengan penuh penyesalan.
Ali menghitung sudah delapan orang keluar dari rumah itu, tapi Maya belum juga keluar. Penantiannya berakhir ketika sesosok tubuh bergamis gelap dan berjilbab hitam melintas.
"Ini dia bidadariku!" pekik hati Ali. Ia beda dengan yang lain, ia begitu bersahaja.
Kalau yang lain memakai baju berbunga cerah indah, ia hanya memakai baju warna gelap yang sudah lusuh pula warnanya.
Diam-diam hati Ali kembali dirayapi perasaan berdosa karena selama ini kurang memperhatikan isterinya.
"Maya...!" panggil Ali, ketika tubuh bergamis gelap itu melintas. Tubuh itu lantas berbalik ke arah Ali, pandangan matanya menunjukkan ketidakpercayaan atas kehadirannya di tempat ini.
Namun, kemudian terlihat perlahan bibirnya mengembangkan senyum. Senyum bahagia.
"Ali...!" bisiknya pelan dan girang. Sungguh, Ali baru melihat isteri Maya segirang ini.
"Ah, kenapa tidak dari dulu kulakukan menjemput isteri?" sesal Ali.
*****
Esok harinya, Ali membeli sepasang sepatu untuk Maya. Ketika Maya tahu, senyum bahagia mengembang di bibirnya.
"Terima kasih banyak Ali," ucapnya dengan suara tulus.
Melihat senyum itu, Ali merasa hatinya kembali terenyuh. Maya, selalu sabar dan bijaksana.
Lagi-lagi rasa penyesalan menyerbu hatinya. Kenapa baru sekarang ia menyadari betapa pentingnya perhatian kecil terhadap Maya?
Kenapa baru sekarang ia menyadari betapa nikmatnya melihat matanya yang berbinar-binar, bahagia karena perhatian kecil darinya?
-----------------
Disadur dari Majalah Ishlah
This post have 0 komentar
Silahkan memberi komentar sesuai isi artikel yah. Mohon maaf spam dan link aktif akan dihapus. Terima kasih sobat...👍👍👍